CITY TOUR JOGJA ( LENGKAP)
Nama : Merlin Anggraini
Kelas : X UPW 1
No : 15
SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan city tour ini. Penyusunan
laporan city tour ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
bagi siswa kelas X jurusan Usaha Perjalanan Wisata (UPW) SMK N 4 Yogyakarta
dalam mata pelajaran Guiding.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada guru Guiding yaitu Ibu Agustita Wijayanti yang telah memberikan arahan untuk penyusunan laporan city tour ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada guru Guiding yaitu Ibu Agustita Wijayanti yang telah memberikan arahan untuk penyusunan laporan city tour ini.
Semoga laporan city tour ini dapat bermanfaat serta memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun laporan city tour ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Yogyakarta, 25 Mei 2013
Penulis
Merlin Anggraini
PETA CITY TOUR
Opening
Selamat siang bapak, ibu sekalian. Saya ucapkan selamat
datang di kota Yogyakarta. Tepatnya di Edotel SMK N 4 Yogyakarta. Bagaimana
dengan perjalanan sebeleumnya bapak, ibu sekalian? Apakah menyenangkan? Atau
mungkin membosankan? Ya, saya harap perjalanan yang telah bapak, ibu lakukan
sebelumnya merupakan perjalanan yang menyenangkan dan dapat memberikan
inspirasi untuk bapak, ibu sekalian kedepannya. Lalu bagaimana dengan keadaan
bapak, ibu? Sehat? Ya, saya harap keadaan bapak, ibu sehat-sehat saja sehingga
kita bisa melakukan perjalanan selanjutnya.
Baiklah
bapak, ibu sebelumnya perkenalkan nama saya Merlin Anggraini. Bapak, ibu
sekalian bisa memanggil saya Merlin. Saya dari Sun Indo Tour & Travel, akan
menemani bapak, ibu sekalian untuk melakukan program kita pada siang hari ini
yaitu City tour. Sebelumya saya akan bertanya, apakah bapak, ibu sudah pernah
datang ke Yogyakarta? Ya, mungkin ada yang sudah dan ada yang belum ya. Baiklah
bapak, ibu saya akan menceritakan sedikit tentang kota Yogyakarta.
Jogja
In General
Di Indonesia, Yogyakarta menjadi daerah tujuan wisata kedua
setelah Pulau Bali. Nama Yogyakarta berasal dari empat kata yaitu, Ayodya, Hayu, Bagya, dan Karta. Ayodya
yang berati tempat, Hayu yang berarti cantik, Bagya yang berati bahagia, dan
Karta yang berarti makmur/sejahtera. Jadi Kota Yogyakarta adalah tempat yang
cantik, bahagia dengan penduduknya yang makmur. Yogyakarta memiliki 4 Kabupaten
dan 1 Kota Madya. 4 Kabupaten tersebut adalah Kab. Bantul, Kab. Gunung Kidul, Kab. Sleman, Kab. Kulon
Progo dan 1 Kota Madya yaitu Kota Yogyakarta. Kota ini memiliki
iklim tropis dengan 2 musim: musim kemarau antara bulan Mei untuk September dan musim hujan antara Oktober
sampai April.
Yogyakarta
memiliki banyak denominasi seperti: Kota Gudeg karena gudeg adalah makanan khas Jogja yang terbuat dari nangka, santan, gula aren, ayam
lokal dan telur. Dan kemudian Jogja sebagai Kota Pelajar karena ada 127
univercity dan yang terkenal
adalah Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan universitas terbesar di
Inonesia, Lalu Jogja sebagai
kota andhong, kota sepeda, kota budaya dan pariwisata, dan satu lagi
Jogja sebagai kota perak karena kerajian maupun pembuatan perak bisa kita
temukan di kawasan kota Gede. Yoyakarta juga memiliki banyak transportasi tradisional maupun modern. Misalnya Andhong (kereta kuda/delman), becak (padicap), taksi, mobil sewaan/sepeda motor, bus kota
dan Trans Jogja (bus way). Makanan khas Yogyakarta ada Bakpia, Gudeg, Yangko,
Kipo, jadah, gethuk, wajik, sawut dll.
1.
Edotel SMK N 4 Yogyakarta
Hotel ini merupakan unit produksi jurusan Akomodasi
Perhotelan (AP) yang di resmikan pada hari Rabu, 8 Juni 2005 oleh Walikota kala
itu yang bernama Herry Zudianto. Edotel (Education Hotel) ini memiliki 2 tipe
room, yaitu deluxe room & standard room. Kelas standard room terdapat di
lantai 2 dengan jumlah 6 kamar sedangkan deluxe room terdapat di bagian bawah
dengan jumlah 10 kamar. Untuk deluxe room akan mendapat sarapan berupa roti
& teh yang biasa disebut dengan continental breakfast. Edotel ini juga
memiliki fasilitas seperti : metting room, restaurant, dan hotspot area (wifi).
2.
Pasar Ikan (Jogja Fish Market)
Pasar ikan ini berada di jl. Tegal Turi kecamatan
Umbulharjo, Giwangan. Jogja fish market ini buka setiap hari pukul 08.00-21.00.
Pada awalnya, pasar ikan ini didirikan oleh Pemerintah karena tingkat konsumsi
ikan masyarakat jogja sangat rendah. Maka dari itu dibangunlah pasar ikan ini
dengan tujuan agar masyarakat sekitar gemar mengonsumsi ikan. Tetapi karena
letak pasar ikan ini dekat dengan pasar induk Giwangan, maka orang-orang lebih
memilih membeli ikan di pasar induk dari pada di pasar ikan. Kemudian lama-kelamaan
pasar ikan pun bangkrut dan sekarang sudah tidak buka lagi. Pasar ikan ini
sudah beralih fungsi menjadi tempat penjualan makanan/jajanan pasar.
3. Kota Gede
Kotagede atau Kutagede adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kotagede berbatasan dengan Kabupaten Bantul di sebelah utara, timur, dan selatan, dan kecamatan Umbulharjo di sebelah barat.Nama 'Kotagede' diambil dari nama kawasan Kota Lama Kotagede, yang terletak di perbatasan kecamatan ini dengan kabupaten Bantul di sebelah selatan.
Ø Sejarah
Pada tahun 1577 M, Ki Ageng Pamanahan yang mendapatkan hadiah sebuah wilayah di Mataram dari Sultan Pajang karena jasanya mengalahkan Aryo Penangsang, membangun istananya di Kotagede (cikal bakal Kesultanan Yogyakarta). Kerajaan Mataram Islam yang beribukota di Kotagede ini mengalami perkembangan pesat pada masa kekuasaan Sultan generasi keempat, Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Setelah Sultan Agung wafat dan digantikan putranya, Amangkurat I, Kerajaan Mataram mengalami konflik internal yang dimanfaatkan oleh VOC hingga berakhir dengan Perjanjian Giyanti pada bulan Februari 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta. Pangeran Mangkubumi kemudian menjadi sultan pertama Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwana I. Sultan Hamengku Buwana I kemudian membangun pusat pemerintahan baru di tempat yang sampai sekarang masih bisa kita saksikan sebagai Keraton Yogyakarta.
Di daerah selatan perkampungan Kotagede, terdapat Pasar Gede atau Sargede yang merupakan pasar tradisional yang dibangun pada masa Panembahan Senopati. Meski bangunannya hanya memakai arsitektur sederhana dan seadanya, Sargede telah menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi masyarakat pada zamannya. Hal inilah yang membuat Kotagede dulunya dikenal dengan nama Pasar Gede atau Sargede. Kemeriahan Pasar Gede yang selalu ramai bisa kita nikmati setiap hari hingga sekarang. Namun kita akan menemukan suasana lain apabila kita datang ke Pasar Kotagede pada saat kalender Jawa menunjukkan pasaran/hari Legi. Pasar Kotagede akan bertambah ramai dan sesak baik oleh penjual maupun pembeli, bahkan area pasar bisa melebar hingga ke depan Kantor Pos/TK ABA. Oleh karena itu, oleh sebagian besar penduduk Kotagede, pasar ini lebih dikenal dengan nama Pasar Legi.
Ø Wilayah yang terbelah
Wilayah Kecamatan Kotagede sebagian merupakan bagian dari bekas Kota Kotagede ditambah dengan daerah sekitarnya. Sedangkan bagian lain dari bekas Kota Kotagede berada di wilayah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Kondisi seperti itu kadang-kadang menyulitkan untuk membangun Kotagede dalam konteks sebagai bekas Kota yang masyarakatnya mempunyai kesatuan sosiologis dan antropologis. Sampai sekarang masyarakat bekas Kota Kotagede dalam kegiatan sosial sehari-hari masih sangat solid dalam kesatuan itu.
Kesulitan pembangunan oleh pemerintah muncul ketika penanganan dilakukan oleh stake-holder pemerintah di tingkat Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu menyentuh wilayah bekas Kota Kotagede yang masuk wilayah Kota Yogyakarta. Demikian juga Pemerintah Kabupaten Bantul hanya bisa meneyentuh wilayah yang masuk Kabupaten Bantul.
Soliditas masyarakat tersebut mewujudkan sebuah kesatuan wilayah yang tak terpisahkan sebagaimana dulu batas wilayah Kota Kotagede ini masih eksis. Wilayah bekas Kota Kotagede harus ditangani oleh dua unit Pemerintah yang berbeda. Dalam konteks otonomi daerah sekarang ini, ketika kewenangan tingkat Kabupaten dan Kota relatif besar, makin terasakan betapa mereka harus menghadapi 2 (dua) kebijakan yang berbeda untuk satu kesatuan wilayah tersebut. Salah satu contoh permasalahan yang segera dapat dilihat atau dirasakan masyarakat adalah bila menyangkut penanganan kawasan heritage. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mempunyai perbedaan prioritas. Maka masyarakat Kotagede harus atau lebih sering berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai kota tua bekas Ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Namun hambatan pembagian wilayah pemerintahan akan terus menjadi permasalahan yang tak pernah dibahas dalam tingkat kemauan politik, kecuali masyarakatnya menghendaki.
Daftar kelurahan di Kotagede
• Kelurahan Rejowinangun yang memiliki kode pos 55171
• Kelurahan Prenggan yang memiliki kode pos 55172
• Kelurahan Purbayan yang memiliki kode pos 55173
Ø Tempat wisata :
1. Makam raja-raja Mataram
Suasana tradisional masih sangat terasa di kota ini, misalnya terlihat di kompleks Masjid Besar Mataram yang terasa masih seperti di lingkungan kraton, lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi mesjid, pelataran yang luas dengan beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah bedug berukuran besar.Selain itu di Kotagede juga terdapat makam raja-raja Mataram antara lain makam Panembahan Senopati. Namun kemudian makam raja-raja Mataram dipindahkan ke daerah Imogiri oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.
2. Kebun Binatang Gembira Loka
3. Kawasan sentra kerajinan perak jalan Kemasan
4. Pasar Legi
Keluar dari Komplek Makam Raja-Raja pengunjung akan disambut oleh kemeriahan Pasar Kotagede yang selalu ramai setiap hari. Namun terdapat suasana lain apabila datang ke Pasar Kotagede di kala penanggalan Jawa menunjukkan hari pasaran Legi. Pasar Kotagede akan bertambah ramai dan sesak baik oleh penjual maupun pembeli, bahkan area pasar bisa bertambah hingga depan Kantor Pos/TK ABA. Oleh karena itu, oleh sebagian besar penduduk Kotagede, pasar ini lebih dikenal dengan nama Pasar Legi. Kipo dan yangko adalah makanan khas Kotagede yang bisa diperoleh di Pasar Legi dan sekitarnya.
Ø Alas Mentaok, Joglo, dan rumah Kalang
Rumah Kalang
di Jalan Mondorakan, Kotagede, Yogyakarta, yang rusak akibat gempa tahun 2006,
dijual dalam kondisi terbengkalai. Rumah Kalang yang berarsitektur megah
merupakan bagian dari pusaka budaya Kotagede. Pada mulanya adalah sebuah hutan
belantara bernama Alas Mentaok. Hutan ini dihadiahkan Sultan Hadiwijaya, Raja
Pajang, kepada Ki Ageng Pemanahan setelah Arya Penangsang, musuhnya,
ditaklukkan Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan. Bagi Hadiwijaya,
menyerahkan Alas Mentaok bukanlah keputusan yang mudah.
Raja yang naik takhta tahun 1568 ini sempat ragu-ragu sebelum melepaskan
tanahnya kepada Pemanahan. Sebab, sesuai ramalan Sunan Giri, Mentaok
kelak akan berkembang menjadi kota besar dan pusat politik Mataram, yaitu
Kotagede.Kekhawatiran Sultan Hadiwijaya ini dipaparkan sejarawan Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta, almarhum G Moedjanto dalam bukunya Konsep Kekuasaan
Jawa, Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram, terbitan Kanisius, Yogyakarta
(1994). Dan benar, seiring perkembangan zaman, Kotagede yang awalnya hanyalah
hutan belantara, akhirnya mengalami proses transformasi luar biasa menjadi
sebuah kerajaan sekaligus pusat ekonomi.
Kotagede yang merupakan pusat Kerajaan Mataram mendapat landasan kokoh
ketika putra Ki Ageng Pemanahan, Danang Sutawijawa atau Senopati ing Alaga,
mulai bertakhta dengan gelar Panembahan Senopati (1575-1601). Hingga sekarang,
makam Panembahan Senopati di Kotagede masih terawat dan selalu dijaga para abdi
dalem Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.Berada satu kompleks dengan makam
Panembahan Senopati terdapat Masjid Mataram atau sering disebut Masjid Keraton
Kotagede. Sama seperti Kerajaan Mataram lainnya, Kerajaan Mataram Kotagede
dibangun dengan konsep Catur Gatra Tunggal, di mana kompleks kerajaan selalu
terdiri dari empat bangunan pokok, yaitu keraton, alun-alun, masjid, dan pasar.
Sisa empat poros bangunan kerajaan itu masih bisa disaksikan, seperti masjid
dan kompleks makam Kotagede.
Dilihat dari sejarahnya, Kotagede menjadi saksi perguliran sejarah periode
awal Kerajaan Mataram yang masih kental dengan nuansa Hindu, kemudian masuk
periode Islam hingga masa pendudukan Kolonial Belanda. Karena itu, di Kotagede
bisa ditemukan bangunan-bangunan yang memiliki ornamen-ornamen sesuai dengan
zaman pembuatannya.Pemerhati seni, budaya, dan pariwisata Kotagede, Muhammad
Natsir, mengatakan, corak atau ornamen bangunan-bangunan kuno menunjukkan
periode masa pembuatannya. Sebagai contoh, ukir-ukiran pada bangunan joglo
memiliki corak sesuai periodenya, yaitu Jawa-Hindu, Jawa-Islam, dan Jawa-Kolonial.
Bangunan joglo pada periode Jawa-Hindu memiliki ornamen berupa ukiran
daun-daunan, sulur-suluran, bunga teratai, dan gambar binatang. Kemudian, joglo
periode Jawa-Islam memiliki ukiran dengan ornamen kaligrafi Islam. Sementara
itu, joglo periode Jawa-Kolonial ukir-ukirannya berupa mahkota kerajaan Belanda
dengan perpaduan besi, jendela besar, atau kaca patri khas Barat.Perubahan
periode zaman juga terlihat dari perubahan fungsi senthong tengah (bagian
tengah dalam rumah joglo). ”Di zaman Jawa-Hindu, senthong digunakan sebagai
tempat pemujaan Dewi Sri dan tidak digunakan untuk tidur. Namun, di zaman
Jawa-Islam, senthong berubah fungsi menjadi mushala dan dimanfaatkan untuk
shalat. Di zaman Jawa-Kolonial, fungsi senthong semakin tidak jelas karena
ruangan ini bisa digunakan untuk bekerja, tidur, atau apa pun,” kata Natsir
yang juga Ketua Yayasan Kanthil.
Sejarah kota kuno Kotagede mendapatkan ”cobaan berat” saat Yogyakarta
diguncang gempa bumi dahsyat tahun 2006 lalu. Bagi Natsir, peristiwa ini membuka
periode baru kawasan permukiman di Kotagede.”Sejak 2006 muncul periode baru
Kotagede. Dahulu rumah Jawa di Kotagede yang semuanya mengarah ke selatan
sekarang menjadi kacau. Karena sebagian bangunan rusak, orang kemudian
membangun rumah sesuai keinginan mereka sendiri-sendiri, arahnya
bermacam-macam,” kata dia.Masyarakat Jawa termasuk Kotagede memiliki sejarah
panjang gempa bumi. Sejarah membuktikan, bangunan Jawa joglo sangat tahan
terhadap gempa.
Pada saat gempa bumi mengguncang Yogyakarta tahun 2006 lalu, tidak ada
joglo terawat di Kotagede yang roboh. Kalaupun ada yang roboh atau rusak itu
karena kondisi joglo tidak terawat sehingga lapuk di bagian sambungan-sambungan
kayunya.”Ketahanan joglo terhadap gempa sudah terbukti sejak zaman Mataram hingga
sekarang. Kita masih bisa menemukan joglo yang dibangun sekitar tahun 1850.
Masyarakat perlu belajar dari kearifan lokal yang sudah terbangun sejak
dahulu,” ucapnya.
Joglo yang awalnya adalah bangunan-bangunan milik para ningrat Jawa
dibangun dengan konsep terbuka sehingga memungkinkan terjadinya sosialisasi
dengan masyarakat sekitar. Selain itu, sirkulasi udara dan cahaya joglo juga
dibuat lancar.Di sekitar Kotagede, kini masih banyak berdiri joglo serta
bangunan Jawa lainnya, seperti limasan, kampung, atau panggang pe. Namun, tak
dipungkiri ada pula pemilik yang akhirnya memilih menjual karena persoalan
warisan atau sulitnya perawatan.
Lurah Jagalan, Kotagede, Solehuddin, mengatakan, sejak gempa bumi 2006 ada
sembilan joglo tua di Kelurahan Jagalan yang dijual ke luar Kotagede. ”Alasan
pemilik menjual rata-rata karena rusak, tidak mampu merenovasi, atau
dibagi-bagi untuk warisan,” ujarnya.Selain joglo, peninggalan Kotagede pada
periode Jawa-Kolonial terlihat jelas dari munculnya omah Kalang, yaitu rumah
dengan tata ruang Jawa namun bergaya Barat. Sama seperti namanya, rumah ini
dibangun oleh orang Kalang yang dikenal ahli perkayuan.
Pada zaman Mataram, orang Kalang dikenal memiliki keahlian. Karena
keterampilannya, mereka juga ditunjuk sebagai abdi dalem oleh raja untuk
membuat perabotan keraton. Setelah Kerajaan Mataram berpindah ke Kerto sekitar
tahun 1613, orang Kalang mulai mengembangkan usaha. Meski demikian, pihak
keraton masih mengandalkan mereka untuk membuat berbagai macam barang-barang
kebutuhan keraton.Tak hanya itu, orang Kalang juga mendapat monopoli
perdagangan emas, berlian, candu, serta perdagangan kayu dari Pemerintah
Kolonial Belanda. Pada masa itu, orang Kalang bahkan telah mendapat wewenang
mendirikan pegadaian.
”Sejak awal abad ke-20 hingga masa kemerdekaan awal banyak orang Kalang
yang memegang peran besar dalam bisnis. Mereka yang terlatih sejak zaman
kerajaan beralih dari industri untuk mencukupi kebutuhan keraton menjadi
industri mandiri. Sebagai pebisnis pribumi, jiwa wirausaha mereka sangat kuat,”
kata ahli sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Profesor Djoko
Suryo.Djoko mengatakan, pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Kotagede
mulai berkembang menjadi pusat ekonomi. Perekonomian Kotagede semakin berkembang
pesat sesudah tahun 1920, yaitu ketika pengaruh Keraton Yogyakarta menyusut
karena intervensi Pemerintah Kolonial Belanda.Sejarah membuktikan, Kotagede
telah menjadi saksi berdirinya Kerajaan Mataram, perpindahan pusat politik
Mataram, hingga berkembangnya kota ini sebagai pusat ekonomi di zaman Mataram
Islam hingga periode kemerdekaan RI. Jejak kejayaan itu bisa dilihat dari
bangunan-bangunan kuno yang masih tersisa.
4. Omah Dhuwur
Omah Dhuwur ini merupakan sebuah tempat legendaris yang
merupakan milik Pak Tembong. Namun mulai tahun 1999, rumah ini dimiliki oleh
Harto Soeharjo seorang pengusaha perak di Kota Gede/pemilik HS. Silver yang
akhirnya pada tahun 2002 rumah ini di jadikan sebagai sebuah restoran dengan
nama Omah Dhuwur. Namanya Omah Dhuwur karena letaknya memang di dataran yang
tinggi. Slogan Omah Dhuwur yauitu “The Unique and Heritage Place to Dine Out”.
Restoran Omah Dhuwur ini menawarkan berbagai masakan khas lokal yang di padukan
antara kontinental dan oriental. Omah dhuwur buka setiap hari pulul 11.00 –
22.00 WIB, dengan fasilitas 100 tempat duduk dan lounge & bar serta
melayani peket meeting, wedding, dan paket ulang tahun.
5. HS. Silver
HS SILVER berdiri pada tahun 1953 dengan tujuan melestarikan
kebudayaan warisan nenek moyang, karena Kotagede terkenal sebagai pusat
kerajinan perak Yogyakarta. HS SILVER didirikan oleh Bapak dan Ibu Harto
Suhardjo, yang semula bergerak dalam bidang perhiasaan imitasi dengan nama
"Terang Bulan". Kemudian pada akhir tahun 1953 Terang Bulan
mengembangkan usaha ke bidang kerajinan perak. Sesuai dengan tradisi yang ada
di Kotagede, untuk nama perusahaan atau toko kerajinan perak biasanya
menggunakan nama pemilik sebagai nama perusahaan, oleh karena itu nama
Terang Bulan diganti dengan nama HS SILVER.
HS
SILVER adalah kependekan dari nama pemilik "Harto Suhardjo", dan
SILVER adalah jenis usaha kerajinan yang dikerjakan dan dihasilkan. Semenjak
didirikan HS Silver sudah menjadi anggota Koperasi Produksi dan Pebgusaha Perak
Yogyakarta (KP3Y).
Pada tahun 1965 HS SILVER membuka artshop di jl Mondorakan no 1
Kotagede sampai sekarang. untuk memperluas pemasarannya, di tahun 1975 HS
Silver mendirikan cabang di Bali dengan tempat yang belum menetap. Kemudian di
tahun 1980 HS Silver cabang Bali mendapat tempat usaha tetap di jl WR.
Supratman no 42A. Tahun 1998 tempat usaha berpindah ke jl Batuyang no 2
BatuBulan Gianyar Bali sampai sekarang.
Pada
tahun 1990 nama perusahaan dirubah menjadi HS Silver 800-925, artinya HS Silver
adalah abreviasi seperti keterangan diatas, 800-925 melambangkan kadar perak
yang dapat dikerjakan. 800 adalah kadar kerajinan perak terendah dan 925 adalah
kadar kerajinan perak yang dapat dibentuk dalam hitungan prosentase.
6. Lapangan Karang
Lapangan Karang Kotagede adalah salah satu tujuan
wisata kuliner yang dapat menjadi tujuan siapa saja yang memiliki kegemaran
mencicipi makanan khas. Di Lapangan Karang ini terkenal dengan "Sate Karang". Pada
sore hari, lapangan Karang
ini sangat ramai karena banyak penjual menjajakan berbagai
makanan di sini. Tapi, banyak orang lebih memilih "Sate Karang".
Mengapa namanya adalah
"Sate Karang?" Nama
ini diberikan setelah nama desa yaitu Desa
Karang. Sate ini manis,
daging sapi panggang dengan 2 keunikan. Keunikan pertama adalah pilihan 3 saus,
yaitu saus kacang, sambal kecap dan saus kocor. Saus kocor adalah sambal yang
mirip sambal rujak yang manis (campuran buah). Keunikan kedua adalah minuman
beras kencur (terbuat dari beras dan lebih besar galigale).
7. Jalan Kemasan
Disebut jalan kemasan karena dahulu banyak orang di
sekitar sini yang bekerja sebagai pembuat kerajinan dari emas, tapi sekarang
begitu banyak orang di sekitar sini bekerja sebagai pembuatan perak dan juga
terdapat banyak penjual souvenir perak di sepanjang jalan kemasan. Area jalan
kemasan yaitu dari kantor pos kota gede sampai gapura masuk menuju kota gede,
sebelum perempatan jl. Gedongkuning selatan.
8. Gedong Kuning
Gedong Kuning adalah
sebuah jalan kecil yang diapit
bangunan klasik nan panjang
. kedua belah pihak
terlihat seperti menjadi pembuka eksotis bagi wisatawan setelah melewati
gapura. Dahulunya Gedong Kuning ini terdapat bangunan yang
berwarna kuning. Warna kuning ini bukan
dari cat, tetapi warna kuning dari labur. Gedong
berarti rumah dan kuning berarti kuning. Gedong Kuning berarti yang terbaik selalu muliakan. Di jalan Gedong
Kuning ini ada restoran
Nyonya Suharti, menu
terbaik dari restoran ini adalah Ayam Bakar dan ini sangat lezat.
9. Gudeg Bu Tjitro 1925
Penggemar gudeg Jogja tentu tidak asing dengan nama Bu Tjitro.
Gudeg Bu Tjitro menjadi salah satu restoran dengan gudeg yang sudah kondang
kelezatannya. Nasi putihnya begitu pulen, disajikan bersama gudeg kering,
buntil daun pepaya yang sama sekali tidak terasa pahit, dan sambal goreng
berisi krecek, tempe, dan kedelai. Ayam dan telur opor melengkapi paket
yang disajikan di atas piring tanah liat beralas daun pisang ini.Kuah opor yang
disiramkan ke atas gudegnya menghadirkan rasa gurih dan mantap yang luar
biasa.Tak ketinggalan satu porsi sambal bajag pedas menambah istimewa rasa
kuliner khas Jogja ini. Yang menarik, selain menyediakan gudeg kendil sebagai
oleh-oleh yang tahan selama 48 jam, Restoran Bu Tjitro juga memproduksi gudeg
kaleng yang bisa bertahan hingga 1 tahun!
Kualitas rasa
yang mantap membuat restoran yang dirintis oleh Bu Tjitro sejak tahun 1925 ini
terus berkembang. Seiring
waktu berjalan, menu mulai dikembangkan tanpa meninggalkan gudeg yang telah
menjadi ciri khas andalan. Cobalah
Sup Kembang Tahunya yang lezat atau Ayam Herbal yang unik. Daging ayam kampung
dimasak menjadi sup dengan kombinasi bumbu ginseng, kurma kering, jahe, kayu
manis, dan rempah-rempah rahasia. Gurih kaldunya bercampur sempurna dengan rasa
ginseng.Selain enak, makanan ini juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
termasuk menghilangkan lelah dan meningkatkan stamina.Bagi Anda yang sekedar
ingin duduk santai sambil menikmati camilan, Calamari Hot Ring yang crispy
atau berbagai pilihan es krim siap menjadi pilihan. Berbagai pilihan makanan
yang tersedia dibanderol dengan harga antara Rp 9.000 - Rp 150.000, sementara
pilihan minuman seperti teh poci, teh serai, teh rosela, aneka jus buah ataupun
sayuran, hingga beras kencur bisa dinikmati dengan harga mulai Rp 4.000 - Rp
18.500.
Restoran Bu
Tjitro 1925 memiliki lokasi yang cukup strategis, tepatnya di Jl. Janti 330
yang berada di seberang gedung Jogja Expo Center (JEC). Dari Bandara Internasional Adisucipto
ataupun dari Kraton Yogyakarta, restoran ini bisa dicapai dengan 10 - 15 menit
berkendara.Restoran ini menempati sebuah bangunan 2 lantai yang cozy dan
classy.Bila ingin suasana yang lebih santai, Anda bisa memilih untuk
duduk di area lesehan.VIP Room berkapasitas 17 orang atau Meeting
Room yang bisa mengakomodasi hingga 50 orang di lantai 2 bisa Anda booking
untuk acara gathering atau meeting. Ingin menyelenggarakan
perhelatan dalam skala yang lebih besar?Jangan khawatir, secara keseluruhan
Restoran Bu Tjitro 1925 memiliki kapasitas antara 200 - 300 orang.
Jam
Buka :
Senin - Minggu: 09.00 - 22.00 WIB
Harga:
- Makanan : Rp 9.000 - Rp 150.000
- Minuman : Rp 4.000 - Rp 18.500
- Gudeg Kaleng : Rp 25.000
10. Jogja Expo Center (JEC)
Jogja Expo Center (JEC),
merupakan salah satu bangunan hektar terpadu yang dibangun oleh pemerintah
Yogyakarta, dilengkapi dengan infra struktur modern untuk memfasilitasi
kegiatan MICE dalam satu atap. Luas total JEC meliputi 14 Ha mencakup beberapa
bangunan untuk mendukung kegiatan MICE Hotel tersebut, Shopping Mall, Restoran
Internasional dan gudang untuk mendukung misi JEC sebagai pusat perdagangan
internasional dan layanan bisnis berikutnya.
Kompleks JEC ini dekat dengan
bandara (15 menit) dan dapat dicapai dengan mudah dari semua wilayah kota.
Sejak pembukaan resmi oleh Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri, tempat
tersebut telah digunakan untuk acara nasional dan internasional.
Berdasarkan data statistik,
peristiwa-peristiwa produktif memperoleh pengunjung harian 5000 hingga 10000
orang. Para pengunjung tidak hanya dari Jogja tetapi juga dari provinsi lain di
Indonesia dan bahkan dari luar negeri.
JEC juga merupakan salah
satu tempat yang di
kenal di Jogja, sama halnya dengan JCC di Jakarta, penggemar bisa belanja Gadget, Kita bisa menemuinya
sesuai dengan Jadwal yang telah di susun oleh Pihak Apkom, kita bisa menemui Produk - Produk
Elektornik kamera laptop maupun PC. pada saat itu juga kita bisa menemui Stand/
Kedai maka. Jogja Expo Center disiapkan dengan area parkir yang luas termasuk landasan
helikopter dan 40 kaki-kontainer ruang untuk total dua puluh truk, dan taman hijau di depan bangunan, memiliki
arsitektur unik juga.
akses mudah. dekat dengan halte dan di lalui bus angkutan umum.
11. RS. Hardjolukito
Sejarah Rumah sakit TNI AU
berawal dari dibentuknya TPS (Tempat Pengobatan Sementara) pada tahun
1945 dan setelah beberapa lama beroperasi fasilitasnya makin berkembang dan
kemudian atas izin Departemen Kesehatan RI pada tanggal 9 April 1990 TPS secara
resmi diubah menjadi Rumah Sakit TNI Angkatan Udara “Dr. Suhardi
Hardjolukito Yogyakarta” yang bertepatan dengan hari ulang tahun TNI Angkatan
udara. Penandatangan prasasti dan pemberian nama Rumah Sakit TNI Angkatan Udara
oleh kepala staf TNI Angktan Udara pada waktu itu dijabat oleh Marsekal Madya
Siboen, dan rumah sakit tersebut tergolong dalam rumah sakit kelas IV/tipe D.
Pada tanggal 9 April 1990
secara resmi Rumah Sakit Lanud Adisujtipto menjadi Rumah Sakit “TNI AU Dr.Suhardi Hardjolukito
Yogyakarta “. Kemudian pada tahun 2004 tepatnya tanggal 1 Maret 2004 status
Rumah Sakit TNI AU Dr.Suhardi Hardjolukito telah dinaikkan menjadi Rumah Sakit
Tingkat III dengan Skep KASAU nomor : Kep/5/III/2004 tanggal 1 Maret 2004.
Akibat gempa
bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 bangunan lama Rumah
Sakit TNI AU Lanud Adisutjipto mengalami rusak berat. Oleh karena itu mulai
tanggal 29 Mei 2006 secara bertahap kegiatan pelayanan kesehatan Rumah
Sakit TNI AU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta dipindahkan ke bangunan Rumah
Sakit baru yang berlokasi di Jalan Raya Janti, Yogyakarta.
Rumah Sakit TNI AU Dr. Suhardi
Hardjolukito Yogyakarta diresmikan penggunaannya pada tanggal 2 Agustus 2007
oleh Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Herman Prayitno, dengan fasilitas
antara lain : UGD, Poliklinik, Apotek, Laboratorium, Rontgen, Kamar Operasi,
Kamar Bersalin, Ruang Perawatan, Kamar Jenazah dan Pengolah Limbah Padat maupun
Cair.
12. Museum Dirgantara Mandala
Museum Pusat TNI
AU atau
"Dirgantara Mandala" adalah museum yang digagas oleh TNI AU untuk
mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU, bermarkas di
kompleks pangkalan udara Adi Sutjipto Yogyakarta, museum ini sebelumnya berada
berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969
oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta
pada 1978.
Ø
Koleksi Umum
Museum ini
menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa sejarah.
Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini yang
kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan,
diantaranya:
·
Pesawat PBY-5A
(Catalina).
·
Replika pesawat
WEL-I RI-X.
·
Pesawat A6M5
Zero Zen buatan Jepang.
·
Pesawat pembom
B 25 Mitchell, B 26 Invader.
·
Helikopter 360
buatan AS.
13. Janti Fly Over
Janti fly over (Jembatan layang
Janti) dibangun pada tahun 1998 dengan panjang ± 1.250 Meter dengan membutuhkan
biaya sebesar hampir Rp. 23 Milyar, yang berasal dari sumber dana APBN + OECF
IP-466. Janti fly over merupakan jembatan layang pertama yang dibangun di
Yogyakarta. Dimaksudkan untuk dapat mengatasi dan mengantisipasi kemacetan lalu
lintas terutama persilangan sebidang dengan jalur kereta api Jakarta-Surabaya
serta pada pertigaan Janti. Yogyakarta memiliki 3 fly over, yang pertama Janti
Fly over, kedua Lempuyangan Fly Over, ketiga Kali Abu Fly Over.
14. Jalan Laksda Adisucipto
Jalan ini dinamakan Jalan Laksda
Adisucipto karna untuk mengenang jasa-jasa Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda
Anumerta. Beliau lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 3 Juli 1916 - meninggal di
Bantul, Yogyakarta, 29 Juli 1947 pada umur 31 tahun. Pada tanggal 15 November
1945, Adisutjipto mendirikan Sekolah Penerbangan di Yogyakarta, tepatnya di
Lapangan Udara Maguwo, yang kemudiang diganti nama menjadi Bandara Adisucipto,
untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan nasional.
15. Hotel
Royal Ambarrukmo
Hotel ini terletak di pusat kota,
dalam jarak berjalan dari distrik bersejarah dan budaya dengan pusat
perbelanjaan terbesar di Yogyakarta yaitu Plaza Ambarukmo. Jika kita dari
Bandara Internasional Adisucipto menuju hotel ini memakan waktu ± 10 menit.
Ø Sejarah :
Royal Ambarrukmo Hotel adalah salah
satu tanda tanah yang benar-benar bersejarah di Yogyakarta, dan kunjungan di
sini menjanjikan untuk menjadi pengalaman unik.
Dengan akarnya peregangan kembali ke
abad ke-19, hotel ini merupakan bagian integral dari dipulihkan Ambarrukmo Royal
Palace Residence.
Sejarah
Royal Palace Residence
Dibangun antara 1857 dan 1859 oleh
Raja Hamengkubuwono VI dan dinamakan sebagai Pesanggrahan Arjapurna. Itu
berfungsi sebagai tempat pertemuan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
serta resor untuk keluarga kerajaan.
Pada 1895-1897, istana ini
direnovasi oleh Raja Hamengkubuwono VII dan difungsikan sebagai tempat
pertemuan dengan Raja-raja dari istana Surakarta. Kemudian istana menjadi rumah
keluarga untuk Raja Hamengkubuwono VII. Hari ini, istana terdaftar sebagai
Situs Warisan Nasional, yang akan segera direvitalisasi sebagai museum yang
menampilkan koleksi seni yang luas.
Sejarah
Hotel
Hotel itu sendiri dibangun pada
1960, setelah Indonesia menerima dana pampasan perang dari pemerintah Jepang.
Atas inisiatif pertama Presiden Soekarno dan Raja Hamengkubuwono IX, hotel
dibuka pada tahun 1966 dan menjadi hotel mewah pertama di wilayah selama
periode itu.
Ambarrukmo
sekarang
Terletak di kompleks yang sama,
pertama pusat perbelanjaan high-end dibuka pada tahun 2006, dan menjadi pusat
perbelanjaan terbesar di kawasan.
Hotel Royal Ambarrukmo telah mencapai status ikonik tidak
hanya untuk hotel mewah perintis dan menjadi rumah bagi banyak pengalaman
pertama, tetapi juga untuk menjadi simbol budaya urban di Yogyakarta.
Ø Fasilitas Hotel:
Royal Ambarrukmo Yogyakarta memiliki kolam renang dan pusat kebugaran. Akses internet nirkabel gratis tersedia di tempat umum.
Royal Ambarrukmo Yogyakarta memiliki kolam renang dan pusat kebugaran. Akses internet nirkabel gratis tersedia di tempat umum.
Hotel di Yogyakarta ini memiliki restoran dan bar/lounge. Tamu akan
mendapat sajian sarapan gratis. Staf dapat menyiapkan bantuan
tur/tiket, layanan pernikahan, dan layanan
limo/towncar. Tamu dapat menikmati transportasi gratis yang
mencakup antar-jemput ke bandara dan antar-jemput ke pusat perbelanjaan.
Ø Kamar
tamu:
247 kamar tamu di Royal Ambarrukmo Yogyakarta dilengkapi brankas (dapat memuat laptop) dan minibar. Tamu dapat menggunakan akses internet nirkabel kecepatan tinggi secara cuma-cuma di kamar. Kamar dilengkapi televisi layar datar dengan saluran TV kabel. Kamar mandi menyediakan sandal dan perlengkapan mandi gratis. Tersedia pemanas air untuk membuat kopi/teh dan air minum kemasan gratis di kamar.
247 kamar tamu di Royal Ambarrukmo Yogyakarta dilengkapi brankas (dapat memuat laptop) dan minibar. Tamu dapat menggunakan akses internet nirkabel kecepatan tinggi secara cuma-cuma di kamar. Kamar dilengkapi televisi layar datar dengan saluran TV kabel. Kamar mandi menyediakan sandal dan perlengkapan mandi gratis. Tersedia pemanas air untuk membuat kopi/teh dan air minum kemasan gratis di kamar.
16.
Gandok
Dahulu
tempat ini adalah pesanggrahan Ambarukmo Sri Sultan Hamengkubuwono VII, lahan
dimana dulunya adalah kebun yang berisi kebun buah dan kandang kuda serta
terdapat beberapa kolam kecil yang sering di ziarahi oleh orang, tersembunyi
diantara reribuan pohon. Gandok kiwo dan Gandok tengen dibangun pada tahun 1823
– 1855 pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono V yang berfungsi sebagai tempat
kegiatan pendukung bagian utama, khususnya tempat tamu menanti kedatangan
Sultan. Gandok tengen biasanya digunakan untuk tamu kedudukan tinggi dan Gandok
kiwo untuk tamu yang derajatnya rendah. Gandok ini berbentuk bangunan rumah
joglo atau tradisional Jogja.
17.
Ambarukmo Plaza (Amplaz)
Ambarukmo plaza atau sering disebut “Amplaz” adalah mall paling besar dan
lengkap di Yogyakarta, bahkan di Jawa Tengah. Plaza yang memiliki konsep desain
arsitektur klasik nan indah ini terletak di Jalan Laksda Adisucipto yang
merupakan jalan arteri yang menghubungkan Jogja – Solo. Lahannya persis di
samping Hotel Royal Ambarukmo.
Ambarrukmo
Plaza dengan 4
lantainya ini disewa oleh beberapa swalayan, toko, dan perusahaan entertainment
besar seperti Swalayan Carrefour, Centro Department Store, Timezone, bioskop
Cineplex 21, Toko Buku Gramedia, Caesar Lounge & Café, Food Court,
Starbucks, Breadtalk, Taman Sari . Selain itu Plaza Ambarukmo ditempati oleh
berbagai gerai usaha yang dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga mulai dari
kebutuhan belanja rumah tangga, pakaian, hiburan, buku, salon, perawatan tubuh
dan kuliner makanan. Di lantai dasar mall ini juga terdapat Pusat toko HP Jogja yang ramai.
Ambarukmo
Plaza yang buka jam 9 pagi hingga jam 10 malam ini memiliki area parkir yang
sangat luas dan dapat menampung sebanyak 1400 mobil dan 1500 sepeda motor.
Sistem keamanan di Ambarukmo Plaza adalah 24 jam dengan fasilitas kamera CCTV
yang dipasang di setiap titik strategis. Untuk mendukung kegiatan operasional
Plaza Ambarrukmo mempunyai fasilitas umum modern sebagai dua unit lift
penumpang, dua unit lift barang, 20 unit eskalator, empat unit travelator, dua
unit ruang merokok, sebuah unit dari kamar bayi, mushola, pemuatan dermaga dan
toilet kelas hotel yang terletak di setiap lantai. Bagi pengunjung yang
istirahat, Plaza Ambarukmo memiliki
taman yang bagi para tamu, Manajemen Mall Mewah ini menyediakan Customer
Service yang selalu siap untuk melayani pengunjung dan penyewa. Dengan begitu,
para investor berharap, Ambarukmo Plaza menjadi pusat ritel terbaik dan paling
komprehensif di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
18. Sungai Gajah Wong
Disebelah
timur kota Yogyakarta terdapat sebuah sungai yang membujur dari utara
keselatan, bernama sungai (kali) Gajah wong. Sungai ini bakalan dilintasi oleh
orang-orang yang bepergian melalui jalan solo (dekat IAIN), jalan kusumanegara
(dekat Kebun Binatang Gembira loka) atau jalan ngeksigondo yang menuju Kotagede.
Sebagai tempat yang kaya akan adat dan tradisi, Yogyakarta punya berbagai kisah
dan legenda. Termasuk keberadaan sungai Gajah Wong ini, berikut ini Legenda
sungai Gajah wong yang Jogjaicon repost dari tulisan karya Henry Artiawan
yudistira di Blog Cerita Rakyat Indonesia. Selamat menikmati.
Dalam
kisah disebutkan, Kerajaan Mataram pernah berpusat di Kotagede, kurang lebih 7
kilometer arah
tenggara kota Yogyakarta. Pada waktu itu Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan
Agung Hanyokrokusumo yang mempunyai beribu-ribu prajurit, termasuk pasukan
berkuda dan pasukan gajah (Sultan Agung adalah raja Mataram yang menyerang
kedudukan VOC Belanda di Batavia.Jogjaicon). Kanjeng sultan juga mempunyai abdi
dalem-abdi dalem yang setia. Di antara abdi dalem itu terdapat seorang srati,
bernama Ki Sapa Wira.
Setiap pagi, gajah Sultan yang bernama Kyai Dwipangga itu selalu dimandikan oleh Ki Sapa Wira di sungai di dekat Kraton Mataram. Oleh karena itu, gajah dari Negeri Siam itu selalu menurut dan terbiasa dengan perlakuan lembut Ki Sapa Wira. Pada suatu hari, Ki Sapa Wira sakit bisul di ketiaknya sehingga ia tidak bisa bergerak bebas, apalagi harus bekerja memandikan gajah. Oleh karena itu, Ki Sapa Wira menyuruh adik iparnya yang bernama Ki Kerti Pejok untuk menggantikan pekerjaannya. Sebenarnya, nama asli Ki Kerti Pejok adalah Kertiyuda. Namun karena terkena penyakit polio sejak lahir sehingga kalau berjalan meliuk-liuk pincang atau pejok menurut istilah Jawa, maka ia pun dipanggil Kerti Pejok.
"Tolong gantikan aku memandikan Kyai Dwipangga, Kerti,” kata Ki Sapa Wira.
“Baik, Kang,” jawab Ki Kerti. “Tapi bagaimana jika nanti Kyai Dwipangga tidak mau berendam, Kang?” sambungnya.
“Biasanya aku tepuk kaki belakangnya, lalu aku tarik buntutnya,” jawab Ki Sapa Wira.
Pagi itu Ki Kerti sudah berangkat menuju sungai bersama Ki Dwipangga. Badan gajah itu dua kali lipat badan kerbau, belalainya panjang, dan gadingnya berwarna putih mengkilat. Ki Kerti Pejok membawakan dua buah kelapa muda untuk makanan Ki Dwipangga agar gajah itu patuh kepadanya.
“Nih, ambillah untuk sarapan,” celetuk Ki Kerti sambil melemparkan sebuah kelapa muda ke arah Ki Dwipangga.
“Prak” kelapa itu ditangkap oleh Ki Dwipang¬ga dengan belalainya lalu dibanting pada batu besar di pinggir jalan. Dua buah kelapa sudah terbelah, dan Ki Dwipangga memakannya dengan lahap. Belum habis kelapa yang kedua, Ki Kerti sudah menyuruh Ki Dwipangga untuk berdiri dan berjalan lagi. Dipukulnya pantat gajah itu dengan cemeti yang dibawanya.
Setibanya di sungai, Ki Kerti menyuruh Ki Dwipangga untuk berendam. Sesaat kemudian, Ki Kerti segera memandikan gajah itu. Ia menggosok-gosok tubuh gajah tersebut dengan daun kelapa supaya lumpur-lumpur yang melekat cepat hilang. Setelah bersih, gajah itu segera dibawa pulang oleh Ki Kerti menuju kandangnya.
“Kang, gajahnya sudah saya mandikan sampai bersih,” lapor Ki Kerti kepada Ki Sapa Wira.
“Ya, terima kasih. Aku harap besok pagi kamu pergi memandikan Ki Dwipangga lagi. Setiap hari gajah itu harus dimandikan, apalagi pada saat musim kawin begini,” jawab Ki Sapa Wira sambil menghisap cerutunya.
Keesokan harinya, pagi-pagi Ki Kerti mendatangi rumah Ki Sapa Wira untuk menjemput Ki Dwipangga. Pagi itu langit kelihatan mendung, namun tidak ada tanda-tanda hujan akan turun. Segera Ki Kerti Pejok membawa Ki Dwipangga menuju sungai. Kali ini Ki Kerti Pejok agak kecewa karena sungai tempat memandikan gajah tersebut kelihatan dangkal. ‘Mana mungkin dapat memandikan gajah jika untuk berendam pun tidak bisa,’ pikir Ki Kerti Pejok. Kemudian ia membawa Ki Dwipangga ke arah hilir untuk mencari genangan sungai yang dalam.
“Ah, di sini kelihatannya lebih dalam. Aku akan memandikan Ki Dwipangga di sini saja. Dasar, Kanjeng Sultan orang yang aneh. Sungai sekecil ini kok digunakan untuk memandikan gajah,” gerutu Ki Kerti Pejok sambil terus menggosok punggung Ki Dwipangga.
Belum habis Ki Kerti Pejok menggerutu, tiba-tiba banjir bandang datang dari arah hulu.
“Hap … Hap … Tulung … Tuluuung …,” teriak Ki Kerti Pejok sambil melambai-lambaikan tangannya.
Ia hanyut dan tenggelam bersama Ki Dwipangga hingga ke Laut Selatan. Keduanya pun meninggal karena tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.
Untuk mengingat peristiwa tersebut, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong, karena kali itu telah menghanyutkan gajah dan wong. Sungai itu terletak di sebelah timur kota Yogyakarta. Konon, tempat Ki Kerti memandikan gajah itu saat ini bersebelahan dengan kebun binatang Gembiraloka.
Setiap pagi, gajah Sultan yang bernama Kyai Dwipangga itu selalu dimandikan oleh Ki Sapa Wira di sungai di dekat Kraton Mataram. Oleh karena itu, gajah dari Negeri Siam itu selalu menurut dan terbiasa dengan perlakuan lembut Ki Sapa Wira. Pada suatu hari, Ki Sapa Wira sakit bisul di ketiaknya sehingga ia tidak bisa bergerak bebas, apalagi harus bekerja memandikan gajah. Oleh karena itu, Ki Sapa Wira menyuruh adik iparnya yang bernama Ki Kerti Pejok untuk menggantikan pekerjaannya. Sebenarnya, nama asli Ki Kerti Pejok adalah Kertiyuda. Namun karena terkena penyakit polio sejak lahir sehingga kalau berjalan meliuk-liuk pincang atau pejok menurut istilah Jawa, maka ia pun dipanggil Kerti Pejok.
"Tolong gantikan aku memandikan Kyai Dwipangga, Kerti,” kata Ki Sapa Wira.
“Baik, Kang,” jawab Ki Kerti. “Tapi bagaimana jika nanti Kyai Dwipangga tidak mau berendam, Kang?” sambungnya.
“Biasanya aku tepuk kaki belakangnya, lalu aku tarik buntutnya,” jawab Ki Sapa Wira.
Pagi itu Ki Kerti sudah berangkat menuju sungai bersama Ki Dwipangga. Badan gajah itu dua kali lipat badan kerbau, belalainya panjang, dan gadingnya berwarna putih mengkilat. Ki Kerti Pejok membawakan dua buah kelapa muda untuk makanan Ki Dwipangga agar gajah itu patuh kepadanya.
“Nih, ambillah untuk sarapan,” celetuk Ki Kerti sambil melemparkan sebuah kelapa muda ke arah Ki Dwipangga.
“Prak” kelapa itu ditangkap oleh Ki Dwipang¬ga dengan belalainya lalu dibanting pada batu besar di pinggir jalan. Dua buah kelapa sudah terbelah, dan Ki Dwipangga memakannya dengan lahap. Belum habis kelapa yang kedua, Ki Kerti sudah menyuruh Ki Dwipangga untuk berdiri dan berjalan lagi. Dipukulnya pantat gajah itu dengan cemeti yang dibawanya.
Setibanya di sungai, Ki Kerti menyuruh Ki Dwipangga untuk berendam. Sesaat kemudian, Ki Kerti segera memandikan gajah itu. Ia menggosok-gosok tubuh gajah tersebut dengan daun kelapa supaya lumpur-lumpur yang melekat cepat hilang. Setelah bersih, gajah itu segera dibawa pulang oleh Ki Kerti menuju kandangnya.
“Kang, gajahnya sudah saya mandikan sampai bersih,” lapor Ki Kerti kepada Ki Sapa Wira.
“Ya, terima kasih. Aku harap besok pagi kamu pergi memandikan Ki Dwipangga lagi. Setiap hari gajah itu harus dimandikan, apalagi pada saat musim kawin begini,” jawab Ki Sapa Wira sambil menghisap cerutunya.
Keesokan harinya, pagi-pagi Ki Kerti mendatangi rumah Ki Sapa Wira untuk menjemput Ki Dwipangga. Pagi itu langit kelihatan mendung, namun tidak ada tanda-tanda hujan akan turun. Segera Ki Kerti Pejok membawa Ki Dwipangga menuju sungai. Kali ini Ki Kerti Pejok agak kecewa karena sungai tempat memandikan gajah tersebut kelihatan dangkal. ‘Mana mungkin dapat memandikan gajah jika untuk berendam pun tidak bisa,’ pikir Ki Kerti Pejok. Kemudian ia membawa Ki Dwipangga ke arah hilir untuk mencari genangan sungai yang dalam.
“Ah, di sini kelihatannya lebih dalam. Aku akan memandikan Ki Dwipangga di sini saja. Dasar, Kanjeng Sultan orang yang aneh. Sungai sekecil ini kok digunakan untuk memandikan gajah,” gerutu Ki Kerti Pejok sambil terus menggosok punggung Ki Dwipangga.
Belum habis Ki Kerti Pejok menggerutu, tiba-tiba banjir bandang datang dari arah hulu.
“Hap … Hap … Tulung … Tuluuung …,” teriak Ki Kerti Pejok sambil melambai-lambaikan tangannya.
Ia hanyut dan tenggelam bersama Ki Dwipangga hingga ke Laut Selatan. Keduanya pun meninggal karena tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.
Untuk mengingat peristiwa tersebut, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong, karena kali itu telah menghanyutkan gajah dan wong. Sungai itu terletak di sebelah timur kota Yogyakarta. Konon, tempat Ki Kerti memandikan gajah itu saat ini bersebelahan dengan kebun binatang Gembiraloka.
19. Museum Affandi
Museum tersebut berisi seluruh karya-karya sang maestro Affandi
semasa hidupnya, karya-karya para pelukis lain, alat transportasi yang
dipakainya dahulu, rumah yang ditinggalinya sampai sebuah sanggar yang saat ini
dipakai untuk membina bakat melukis anak. Kompleks museum terbagi menjadi
empat buah galeri dengan isi dan penataan yang memiliki ciri khas dan
karakteristik yang berbeda.
Ø Galeri I
Pada galeri tersebut pengunjung dapat membeli tiket dan menjumpai
pusat informasi. Mulai dari awal hingga akhir karirnya tergambarkan pada
karya-karya yang dipamerkan pada galeri tersebut. Pada galeri ini juga terdapat
beberapa benda yang berhubungan dengan perjalanan hidup Affandi seperti sepeda
ontel, mobil sedan kuno, sandal jepit, kuas, ember, kain, sarung bermotif
kotak-kotak, kliping berita koran, dan foto-foto kenangan Affandi, bahkan pipa
cangklong kesayangannya. Selain itu, beberapa piagam penghargaan yang pernah
diterima Affandi semasa hidupnya dan koleksi perangko PT. POS Indonesia seri
gambar Affandi tahun 1997 juga turut dipamerkan.
Ø Galeri II
Galeri ini sebenarnya dikhususkan untuk memamerkan lukisan-lukisan
karya Kartika Affandi. Namun, dalam perkembangannya, galeri ini pun digunakan
sebagai ruang pamer koleksi lukisan museum dari beberapa pelukis kondang,
seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, S.
Sujoyono, Barli, Wahdi S, Bagong Kusudiarjo, Mochtar Apin, dan pelukis lainnya.
Galeri ini mempunyai 2 lantai. Lantai pertama berisi lukisan-lukisan bersifat abstrak,
sedangkan lantai kedua didominasi lukisan bercorak realis.
Ø Galeri III
Lantai pertama Galeri III ini dipergunakan sebagai ruang pamer
karya lukis keluarganya, seperti lukisan-lukisan terbaru karya Kartika Affandi,
putri Affandi. Dipamerkan pula lukisan Rukmini Yusuf dan Juki Affandi, dan
lukisan sulaman dari kain wol karya Maryati, istri Affandi. Lantai kedua galeri
ini digunakan sebagai ruang perawatan lukisan, sedangkan di lantai dasar
difungsikan untuk ruang penyimpanan koleksi.
Ø Galeri IV
Galeri IV ini adalah ruang pamer berbagai lukisan karya Didit,
cucu Affandi. Galeri ini terlihat menarik dengan langit-langitnya yang terbuat
dari anyaman bambu.
Waktu kunjung Senin - Sabtu pukul 09.00 - 16.00 WIB (bulan puasa
hanya sampai jam 15.00 ), Hari Minggu dan hari libur Nasional lainnya Museum
Affandi hanya buka dengan permintaan khusus. Tiket masuk Wisatawan Asing Rp
50.000 (Free Softdrink dan Souvenir) dan Domestik Rp 20.000,- (free
softdrink). Akses menuju ke Museum ini sangat mudah karena dapat diakses
menggunakan kendaraan pribadi maupun beberapa alternatif kendaraan umum seperti
Trans-Jogja. Dari terminal Giwangan menggunakan bus kota jalur 7 atau 10
20. Rumah Sakit Bethesda
Rumah Sakit
Bethesda adalah rumah sakit tertua di Yogyakarta yang merupakan rumah sakit
peninggalan Belanda. Beberapa waktu lalu nama rumah sakit ini bernama
Petrolinia. Rumah Sakit Bethesda
telah melewati berbagai zaman yang
selalu berubah. Dengan Predikat sebagai Rumah Sakit “Toeloeng” dengan Motto : “TOLONG DULU URUSAN BELAKANG” telah memperoleh pengakuan penghargaan dari masyarakat atas segala pelayanan selama ini. Rumah Sakit Bethesda dalam melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat dilandasi dengan kasih, tidak membedakan suku,
agama, budaya, golongan, serta derajat ekonomi.Untuk menjaga agar Rumah Sakit
Bethesda tetap eksis pelayanannya ditengah-tengan masyarakat Yogyakarta dan
sekitarnya, seluruh civitas hospitalia harus berusaha keras untuk mengembangkan
pelayanan rumah sakit.
Hal-hal yang tercatat dan merupakan bagian terpenting dari keberadaan Rumah
Sakit Bethesda sejak tahun 1899 sampai saat ini antara lain sebagai rumah sakit
pertama yang mempelopori pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pencetus dan
pengembang pendidikan keperawatan, pendiri 22 satelit pelayanan di beberapa
wilayah di DIY, pelaksanaan pelayanan auto clinic bagi masyarakat pedesaan,
pemimpin dalam pelayanan kegawatdaruratan, pencetus dan pengembang pelayanan
stroke, pendukung dalam mengelola lingkungan hidup yang sehat, menjadi rumah
sakit pendahulu di wilayah DIY dalam pelaksanaan akreditasi RS dan pelayanan
rumah sakit yang bermutu dengan memperoleh ISO 9001: 2000. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, Rumah Sakit Bethesda telah melakukan perbaikan secara terus-menerusdankepuasan customer menjadi tujuan dari pelayanan civitas hospitalia Rumah Sakit Bethesda kepada masyarakat.
21. Galleria Mall
Galeria Mall adalah sebuah mall yang terletak di kawasan utara Kota Yogyakarta dan
merupakan mall pertama sebelum Mall Malioboro di Yogyakarta. Tepatnya
berada di Jl. Jend Sudirman 99-101 Yogyakarta. Beberapa tempat
di pusat perbelanjaan ini adalah: KFC, Es Teler 77, Wendys,
Stroberi, Yoppie Salon, Guardian, M Photo Studio. Di atrium mall ini sering
diadakan pameran dengan berbagai tema maupun acara-acara yang diadakan stasiun
televisi nasional. Mall
ini tercatat sebagai mall ketiga yang berdiri di kota Gudeg, Yogyakarta. Di Galeria Mall juga terdapat Tempat
Rekreasi untuk keluarga berupa Game Centre.
22. Toko Buku Gramedia
Toko buku
Gramedia yang terletak di Jalan Jend. Sudirman Yogyakarta adalah salah satu
toko buku terbesar di Yogyakarta. Koleksi bukunya relatif lengkap dan baru.
Gramedia menjadi sasaran untuk mencari buku-buku yang memang mayoritas terbitan
dari gramedia. Meskipun demikian, Gramedia tidak hanya menjual buku namun juga
menyediakan alat alat keperluan pendidikan dan olah raga lainnya.
Di lantai satu tersedia banyak barang yang ditawarkan berupa kamera, kalkulator, alat olahraga, dan lain-lain. Kemudian pada lantai paling atas terdapat lokasi yang cukup luas untuk pelanggan memilih buku yang akan di beli. Namun jangan sampai anda hanya membaca tanpa membeli karena Gramedia memiliki sistem pengamanan dan security yang ketat. Sebagai informasi, selain di Jalan Jend. Suderman, Yogyakarta, Gramedia juga terdapat di lokasi lain seperti di Ambarukmo Plaza.
Di lantai satu tersedia banyak barang yang ditawarkan berupa kamera, kalkulator, alat olahraga, dan lain-lain. Kemudian pada lantai paling atas terdapat lokasi yang cukup luas untuk pelanggan memilih buku yang akan di beli. Namun jangan sampai anda hanya membaca tanpa membeli karena Gramedia memiliki sistem pengamanan dan security yang ketat. Sebagai informasi, selain di Jalan Jend. Suderman, Yogyakarta, Gramedia juga terdapat di lokasi lain seperti di Ambarukmo Plaza.
23. Patung Ki Hajar Dewantara
Di samping timur toko buku Gramedia yang terletak di Jalan Jend. Sudirman Yogyakarta, terdapat patung Ki Hajar Dewantara, Beliau terkenal sebagai “Bapak
Pendidikan” dan “Pendiri Taman Siswa”. Beliau memiliki 3 ajaran, yaitu:
Ø Ing
Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan
/ dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti
tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin
harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang – orang disekitarnya. Sehingga
yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Ø Ing
Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di
tengah-tengah, Mangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan
sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seseorang
ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat .
Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi
dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan
dan kenyamanan.
Ø Tut Wuri Handayani,
Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan
dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani
ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari
belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang – orang disekitar
kita menumbuhkan motivasi dan semangat.
Jadi secara tersirat Ing Ngarso Sun
Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti figur
seseorang yang baik adalah disamping menjadi suri tauladan atau panutan, tetapi
juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang
agar orang – orang disekitarnya dapat merasa situasi yang baik dan bersahabat .
Sehingga kita dapat menjadi manusia yang bermanfaat di masyarakat.
24. Tugu Jogja
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai
sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton
Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jl
Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini, mempunyai nilai simbolis dan
merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan laut selatan, kraton Jogja
dan gunung Merapi. Pada saat
melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini
sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.
Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata
Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal juga berarti
tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih. Tugu pal
ini berbentuk bulat panjang dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian
atasnya. Dari kraton Yogyakarta kalau kita melihat ke arah utara, maka kita
akan menemukan bahwa Jalan Malioboro, Jl Mangkubumi, tugu ini, dan Jalan
Monument Yogya Kembali akan membentuk satu garis lurus persis dengan arah ke puncak
gunung Merapi.
Tugu Yogyakarta atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Malioboro ini
mempunyai nama lain Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih merupakan penanda
batas utara kota tua Yogya. Tugu Yogyabukanlah tugu sembarang,
tapi tugu Yogya ini adalah tugu yang memiliki mitos yang sangat
bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya, sehingga menjadi salah satu
keistimewaan yang dimiliki kota Yogya.
Tugu Yogya dibangun pada tahun 1755 oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang
bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Yogya dan Gunung Merapi.
Pada saat awal
berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti,
semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan.Semangat
persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan
tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong
(bulat), hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong-Gilig.Keberadaan Tugu ini juga
sebagai patokan arah ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada waktu itu
melakukan meditasi, yang menghadap puncak gunung Merapi. Bangunan Tugu Jogja
saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas, sementara
bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar, sedangkan bagian puncaknya
berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu golong gilig ini pada awalnya
mencapai 25 meter
Kondisi Tugu Yogya ini berubah total pada 10 Juni 1867,
di mana saat itu terjadi bencana alam gempa bumi besar yang mengguncang
Yogyakarta, yang membuat bangunan tugu runtuh. Runtuhnya tugu karena gempa
inilah yang membuat keadaan dalam kondisi transisi karena makna persatuan benar-benar
tak tercermin pada bangunan tugu.
Pada tahun 1889, keadaan Tugu benar-benar
berubah, saat pemerintah Belanda merenovasi seluruh bangunan tugu. Kala itu
Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti
yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak
tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing.
Ketinggian bangunan pun menjadi lebih rendah, yakni hanya
setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari
bangunan semula. Sejak saat itulah, tugu ini disebut sebagai De White Paal atau
Tugu Pal Putih. Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya merupakan taktik
Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja, namun melihat
perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, akhirnya
upaya tersebut tidak berhasil.
25. Jalan Pangeran Mangkubumi
Pangeran Mangkubumi nama
aslinya adalah Raden Mas Sujana yang setelah dewasa bergelar Pangeran
Mangkubumi. Ia merupakan putra Amangkurat IV raja Kasunanan Kartasura yang
lahir dari selir bernama Mas Ayu Tejawati pada tanggal 6 Agustus 1717.
Pada
tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Cina di Batavia yang menyebar
sampai ke seluruh Jawa. Pada mulanya, Pakubuwana II (kakak Mangkubumi)
mendukung pemberontakan tersebut. Namun, ketika menyaksikan pihak VOC unggul,
Pakubuwana II pun berubah pikiran.
Pada
tahun 1742 istana Kartasura diserbu kaum pemberontak . Pakubuwana II terpaksa
membangun istana baru di Surakarta, sedangkan pemberontakan tersebut akhirnya
dapat ditumpas oleh VOC dan Cakraningrat IV dari Madura.
Sisa-sisa
pemberontak yang dipimpin oleh Raden Mas Said (keponakan Pakubuwana II dan
Mangkubumi) berhasil merebut tanah Sukowati. Pakubuwana II mengumumkan
sayembara berhadiah tanah seluas 3.000 cacah untuk siapa saja yang berhasil
merebut kembali Sukowati. Mangkubumi dengan berhasil mengusir Mas Said pada
tahun 1746, namun ia dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang menghasut raja
supaya membatalkan perjanjian sayembara.
Datang
pula Baron van Imhoff gubernur jenderal VOC yang makin memperkeruh suasana. Ia
mendesak Pakubuwana II supaya menyewakan daerah pesisir kepada VOC seharga
20.000 real untuk melunasi hutang keraton terhadap Belanda. Hal ini ditentang
Mangkubumi. Akibatnya, terjadilah pertengkaran di mana Baron van Imhoff
menghina Mangkubumi di depan umum.
Mangkubumi
yang sakit hati meninggalkan Surakarta pada bulan Mei 1746 dan menggabungkan
diri dengan Mas Said sebagai pemberontak.Sebagai ikatan gabungan Mangkubumi
mengawinkan Mas Said dengan puterinya yaitu Rara Inten atau Gusti Ratu Bendoro.
26. Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan
Rakyat (KR), didirikan H. Samawi dan H
Soemadi Martono Wonohito, adalah surat kabar harian
yang terbit di Yogyakarta. KR terbit sejak 27 September 1945.
Surat kabar KR terbit tiap harinya dengan jumlah halaman yang awalnya hanya 16
halaman, namun ditambah menjadi 24 halaman, dan oplah lebih dari 125.000 kopi.
Semboyan KR adalah Suara Hati Nurani Rakyat.KR merupakan
koran ke 2 setelah koran dengan Bahasa Jawa yang
bernama “Sedya Tama” yang terbit 2 minggu sekali. Saat koran Sedya tama
dibredeli oleh tentara Jepang,
kemudian tentara Jepang mendirikan percetakan dan menerbitkan koran Sinar
Matahari. Didorong keinginan menerbitkan koran sendiri oleh pemerintah Indonesia, maka koran Sinar Matahari yang
berkaryawan orang Indonesia. Atas gagasan H. Samawi dan H Madikin Wonohito,
maka berdirilah percetakan dan harian Kedaulatan Rakyat ini. Nama harian “Kedaulatan
Rakyat” diambil dari UUD 1945 alinea
4.
Di
bawah naungan PT. BP. Kedaulatan Rakyat Group, Kedaulatan Rakyat memiliki
berbagai media, di antaranya media cetak dan media daring sebagai sarana
informasi berita. Kedaulatan Rakyat memiliki berbagai konten berita yang
terdiri dari Yogyakarta, Jawa Tengah , Nasional, Internasional, Ekbis, Pendidikan, Sport, Lifestyle, wisata , Teknologi dan
konten konsultasi penanggalan. Berita yang diberitakan oleh Kedaulatan Rakyat
bersifat up to date selama 24 jam sehingga pembaca dapat mengakses berita kapan
saja.
Kedaulatan
Rakyat merupakan industri media yang telah dikenal oleh berbagai kalangan
masyarakat di Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan Kedaulatan Rakyat sudah ada
sejak lama seiring dengan perkembangan Kota Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta
sudah cukup familiar dengan keberadaan KR dalam kehidupan sehari-hari.
27.
Kedaung Plaza
Kedaung adalah kembar
membangun cerita sejarah. Ada 3 bangunan, 2 bangunan yang terletak di depan
Stasiun Tugu dan satu lagi di dekat Pasar Beringharjo
28. Stasiun Tugu
Stasiun Tugu mulai
melayani kebutuhan transportasi sejak 2 Mei 1887, sekitar 15 tahun setelah
Stasiun Lempuyangan. Awalnya, stasiun ini hanya digunakan untuk transit kereta
pengangkut hasil bumi dari daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Namun sejak 1 Febnruari 1905, stasiun ini mulai digunakan untuk transit kereta
penumpang. Jalur luar kota pertama dibangun tahun 1899, menghubungkan
yogyakarta dan Surakarta.
Berawal dari sebuah
stasiun kecil, stasiun Tugu kini telah menjadi salah satu stasiun terbesar di
Indonesia. Memiliki 6 jalur kereta, stasiun ini melayani transportasi dari
hampir seluruh kota besar di Jawa. Lebih dari 20 keberangkatan dan kedatangan
kereta berlangsung setiap hari, baik kereta ekonomi, bisnis maupun eksekutif.
Ada berbagai tawaran kereta dan waktu keberangkatan untuk menuju daerah
tertentu sehingga anda memiliki banyak pilihan.
Karena dibangun pada
masa kolonial Belanda, maka arsitektur bangunannya pun sangat kental dengan
nuansa Eropa. Begitu turun dari kereta, anda akan langsung mengenalinya dari
pintu-pintu besar berwarna coklat serta langit-langit yang tinggi dimantapkan
dengan warna dinding yang putih. Anda juga bisa menikmati pesona bangunan
stasiun yang hingga sekarang masih dipertahankan keasliannya dari depan.
Bangunan tampak megah dengan pintu besar dan dua atap yang memayungi jalur
kereta.
Stasiun Tugu merupakan
salah satu stasiun besar yang masih mempertahankan fungsinya sebagai tempat
perawatan kereta, berbeda dengan stasiun besar umumnya yang kini hanya sebagai
tempat transit. Karenanya, anda bisa berkelana ke sudut-sudut stasiun untuk
dapat menyaksikan aktivitas para montir kereta serta menelusuri jejak ketuaan
stasiun kereta ini. Beberapa karyawan di stasiun ini cukup mengetahui sejarah
stasiun, sehingga dapat diajak berbincang.
Bila menuju ke bagian
barat stasiun, anda akan menemui tempat perbaikan lokomotif kereta. Anda pasti
takjub karena bisa mengamati secara detail setiap komponen yang ada di
lokomotif. Bahkan, anda bisa mengamati mesin dari bawah karena ada sebuah
tangga menuju bagian bawah lokomotif yang 'diparkir'. Tak jauh dari situ, anda
bisa melihat patung kereta kuno berwarna hitam yang juga menarik untuk
dinikmati.
Berjalan sedikit ke
selatan, anda dapat menemui tempat perbaikan gerbong kereta. Meski tak bisa
masuk, anda bisa mengintipnya dari pagar-pagar besi berwarna putih biru yang
mengelilinginya. Memandang ke atas, akan terlihat sebuat onderdil kereta yang
diletakkan di menara berwarna kuning. Onderdil itu adalah derek penyambung
gerbong kereta yang telah digunakan sejak jaman Belanda. Bila anda berjalan
lagi ke utara, maka akan ditemui para petugas pembersih kereta.
Kalau anda datang atau
akan berangkat pada saat petang, maka sempatkanlah untuk berdiri di antara
jalur 4 dan 6 dan lihatlah ke barat. Pemandangan senja yang indah akan bisa
ditemui saat langit cerah, berpadu dengan rel-rel kereta yang semakin jauh akan
tampak seperti garis-garis yang akhirnya menyatu menjadi satu titik. Adanya derek
kereta di menara dan anak-anak jalanan yang membawakan musik akan semakin
menambah keeksotikan pemandangan senja.
Puas menikmati
keindahan stasiun, anda bisa memulai perjalanan wisata anda di Yogyakarta.
Berbagai macam alat transportasi transportasi tersedia di stasiun ini. Anda
bisa naik becak menuju Kraton Yogyakarta dan penjualan bakpia di Pathuk. Jika
hendak bepergian agak jauh, anda bisa menggunakan bis kota atau taksi,
sementara bila akan langsung wisata belanja, anda tinggal berjalan menapaki kawasan
Malioboro yang terletak persis di bagian selatannya.
29.
Tugu Adipura
Tugu Adipura ini merupakan salah satu kebanggaan kota
jogja. Kota Yogyakarta memperoleh penghargaan Adipura sebagai kota terbersih,
dan tercatat Yogyakarta mendapatkannya sebanyak 7x penghargaan.
30. Hotel Inna
Garuda
Hotel Inna
Garuda merupakan salah satu hotel legendaris
berbintang 4 di Yogyakarta. Hotel ini terletak di Jalan Malioboro No.
60 Yogyakarta. Hotel ini dibangun pada tanggal 1908 dan
memiliki 18 ruang pertemuan, sebuah area pameran yang luas untuk MICE events
(meeting, incentive, conference, and exhibition, empat restoran dan sebuah bar
yang menawarkan beragam gaya masakan, yaitu:
Ø Kedai
Kopi Enam Djam di Djogja
Ø Mataram
Bar
Ø Kafe
Garuda
Ø Miyagawa
Asahi
Ø Djanur
Kuning.
Hotel
Inna Garuda terletak pada jantung kota Yogyakarta tepatnya di Jalan Malioboro yang
merupakan surga bagi para orang-orang yang hobi berbelanja, dekat dengan Keraton Yogyakarta, 42 kilometer
dari Candi Borobudur yang
merupakan candi umat Budha, 17 kilometer dari Candi Prambanan yang
merupakan candi umat Hindu.
Hotel
Inna Garuda adalah hotel dengan sejarah panjang dan tidak dapat
dipisahkan dari Yogyakarta. Sejauh ini, nama hotel telah diubah beberapa kali kali: Nama aslinya adalah Grand Hotel De
Djokdja, Pada saat
periode Jepang hotel ini berganti nama menjadi Hotel
Asahi, setelah 1945
menjadi Hotel Merdeka, Pada tahun 1950 perubahan menjadi Hotel Natour Garuda,
dan di tahun 1982 sampai sekarang namanya menjadi Inna Garuda.
Warnahotel tersebut selalu berwarna
putih, itu merupakan simbol Noni Belanda atau perempuan Belanda yang selalu
menggunakan gaun putih.
31. Jalan
Malioboro
Malioboro adalah jantung kota
Jogjakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Nama Malioboro diambil dari
nama seorang Duke Inggris yaitu Marlborough yang pada menduduki kota jogjakarta
dari tahun 1811M hingga 1816M. Membentang di atas sumbu imajiner yang
menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini
terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku
Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional
semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan
sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta
yang dikenal dengan Malioboro. Terletak sekitar 800 meter dari Kraton
Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali
Kraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti “karangan
bunga” menjadi dasar penamaan jalan tersebut. Diapit pertokoan,
perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan bangunan bersejarah, jalan yang
dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada
tahun 1948 juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung
dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi
semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.
31. Kepatihan
Ndalem
Kepatihan merupakan tempat kediaman remi (official residence) sekaligus kantor
Pepatih Dalem. Di tempat inilah pada zamannya di selenggarakan kegiatan
pemerintahan sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri
Kesultanan Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/ Kepala Daerah Istimewa dan PemProv DIY. Selain Pendopo
Kepatihan, sisa bangunan lama tempat ini juga dapat dilihat pada Gedhong Wilis
(kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu (dulu digunakan sebagai gedung pengadilan
Bale Mangu, dan sebuah badab peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan
umum), Masjid Kepatihan. Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan
Malioboro.
32. Pasar Beringharjo
Sri Sultan HB IX memberi nama ini Pasar Beringharjo setelah
kawasan hutan yang dibuka untuk purposse pada 1756. Terletak di Jalan Ahmad
Yani, sebagian besar bangunan itu dibangun oleh Belanda pada tahun 1925,
meskipun sisa-sisa gudang Cina sebelumnya masih terlihat pada itu northenside.
Di Beringharjo kita dapat membeli pakaian, sepatu, batik, makanan tradisional,
dll.
33. Ngejaman
Di kawasan malioboro, terutama
yang lintas dekat masuk ke Kraton Ngayogyakarta, terdapat satu buah jam yang
berada di tengah jalan, dan dikenal dengan sebutan ngejaman. Letaknya disamping
kiri persis bangunan Istana Negara "gedung Agung:. Didekat Ngejaman ada
bangunan gereja yang terbuka dan tidak dikasih pagar. Melihat bangunan jam ini,
barangkali orang akan segera tahu, bahwa ngejaman yang dulu dengan Ngejaman
yang sekarang berbeda jauh. Dulu, tidak ada trotoir seperti trotoir yang bisa
dilihat seperti sekarang di Yogya. Yang pasti, jam yang ditaruh di tengah jalan
adalah untuk penanda waktu.
34. Gedung Agung
Bangunan gaya kolonial ini
dibangun pada tahun 1842 sebagai Holiday Belanda, ketika periode Belanda itu
dulu tinggal Gubernur Jendra1 Belanda. Dan di Jepang periode nama adalah
"Tyookan Kantai" sebagai Kantor Militer Jepang. Setelah hari
kemerdekaan berubah nama menjadi Gedung Agung. Selama perang kemerdekaan saat
Yogyakarta menjadi ibukota Indonesia pada menjadi kediaman resmi dan kantor
utama Pemerintah Indonesia. Izin khusus diperlukan untuk torist untuk
mengunjungi istana ini. Ada 5 Istana Presiden
di Indonesia:
1. Istana Merdeka di Jakarta
2. Istana Bogor di Bogor.
3. Istana Tapak Siring di Bali
4. Istana Cipanas, Jawa Barat.
5. Gedung Agung di Yogyakarta.
35. Benteng
Vredeburg
Museum ini digunakan untuk menjadi benteng
tentara Belanda yang dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan HB I seperti yang
diminta oleh pemerintah Belanda. Pada 1788 ia kembali dan diberi nama
Rustenburg yang berarti penyegaran fortess. Pada tahun 1876 itu dikembalikan
lagi akibat gempa dan namanya diubah menjadi Vredeburg yang berarti benteng perdamaian. Gedung yang terletak di Jl. Ahmad
Yani 6 Yogyakarta secara resmi dibuka sebagai museum pada tahun 1992 bernama
Museum Benteng Yogyakarta. Benteng Vredeburg dibagi menjadi 4 diorama, mereka
adalah:
Ø Diorama 1 memberitahu kita tentang
peristiwa sejarah dalam awal Yogyakarta dari akhir perang Diponegoro pada tahun
1830 sampai periode Jepang pada tahun 1942.
Ø Diorama_2 memberitahu kita tentang
peristiwa bersejarah di Yogyakarta mulai dari kemerdekaan proclamated dari
Indonesia pada tahun 1945 sampai Agretion Militery Belanda pada tahun 1947.
Ø Diorama 3 memberitahu kita tentang
peristiwa bersejarah di Yogyakarta mulai dari perjanjian Renville pada tahun
1948 sampai RIS (Republik Indonesia Serikat) pada tahun 1949.
Ø Diorama 4 memberitahu kita tentang peristiwa
sejarah dalam awal Yogyakarta dari Pemilu pertama tahun 1951 sampai 1974.
36. Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Dibangun pada tahun 1949
dan itu terkenal dengan Serangan Fajar. Ini disebut Serangan fajar karena
ketika rakyat Indonesia melawan Belanda di pagi hari dan pemimpin adalah Letnan Kolonel Soeharto. Dan
merupakan serangan besar-besaran di Yogyakarta.
Jadi untuk
memperingati itu pemerintah membangun monumen ini.
37. BNI (Bank Negara Indonesia)
Bangunan tua yang elegan ini dirancang
oleh arsitektur Jawa R. Sindutama pada tahun 1923. Pada masa
Belanda digunakan sebagai kantor asuransi sedangkan pada zaman Jepang digunakan
sebagai pusat informasi (pusat radio).
38.
Kantor Pos
Bangunan ini
real dari Belanda dan memiliki gaya Belanda.
39.
Jalan Trikora
Ini adalah jalan terpendek di
Yogyakarta, sekitar 30
m.
40. Museum SonoBudoyo
Museum Sonobudoyo dibangun
oleh Java Institut pada tahun 1935 dan secara resmi dibuka pada tanggal 6
November 1935 oleh Sri Sultan HB VIII. Ada 9 kamar di museum Sonobudoyo:
1. Pendopo
Di ruangan ini ada banyak INSTRUMEN
tradisional (gamelan). Mereka adalah gamelan Kyai dan Nyai Riris Manis dari
Mataram dan gamelan Kyai mega Mendung dari Cirebon. Dan biasanya digunakan
untuk melakukan kinerja Wayang.
2. Pendahuluan Kamar
Di ruangan ini kita bisa melihat
ringkasan isi museum. Ada peta Indonesia, batik, topeng, dll Ada calledPasren
tidur tradisional untuk menyajikan Dewi Sri Allah makmur dan ada lampu sebagai
simbol penerangan hidup.
3. Prasejarah Kamar
Di ruangan ini kita bisa melihat
replika "Peti Kubur Batu", Nakara dan moko, dll
4. Klasik dan Muslim Heritage Room
Di ruangan ini kita bisa melihat,
posisi mudra terbesar dan terkecil Al-Quran yang menulis dengan tangan, dll
5. Batik Kamar
Di ruangan ini kita bisa melihat
berbagai jenis batik, misalnya batik parang dan batik mega mendung dari
Cirebon, dll Dan derication bagaimana membuat batik.
6. Wayang / Puppet Kamar
Di ruangan ini kita bisa melihat berbagai
jenis wayang, misalnya wayang kulit untuk implementasi wayang kulit Gedhong,
dll Wyang merupakan imajinasi manusia di masa lalu tentang bentuk nenek moyang.
Pertama imajinasi yang menarik pada daun dan sekarang itu devoloping dan dibuat
dengan kulit sapi. Wayang sangat terkenal di Jawa karena ada banyak cerita yang
baik.
7. Topeng / Masker Kamar
Di ruangan ini kita bisa melihat
berbagai jenis topeng, misalnya topeng dari Jawa, topeng dari Bali, dll
8. Reinkarnasi The kehidupan manusia
Di ruangan ini kita bisa melihat
banyak budaya Jawa. Kita bisa melihat tedak Siten ct (remony, upacara
pernikahan, dll Ada gebyok dari Jepara, aksesoris yang terbuat dari perak, dll
9. Budaya Bali Room
Di ruangan ini kita bisa melihat
banyak budaya Bali, misalnya patung penari, peralatan tradisional dari Bali,
dll Dan di bagian belakang ruangan ini ada sebuah pura kecil bentuknya seperti
Candi Bentar.
41.
Alun-Alun Utara
Biasanya
digunakan untuk merayakan / memiliki upacara seperti Sekaten dan Grebeg. Gregeg
Maulid juga disebut sekaten, nama itu dari sekaten berasal dari
"Shahadat'ain" itu festival besar tahunan merayakan kelahiran Nabi
Nabi Muhammad saw. Dan
di tengah-tengah alun-alun, ada 2 pohon beringin Jayandaru dan Dewandaru.
42. Kraton Yogyakarta (Sultan Palace)
Ini adalah tempat
tinggal Sri Sultan HB X.
Ini dibangun pada tahun 1756 oleh Sri Sultan HB I sebagai Hasil Perjanjian Giyanti
tahun 1755 yang telah membagi Kerajaan Mataram menjadi 2: Kasultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta.
43.
Masjid Agung
Ada Masjid Agung di sisi barat
alun-alun yang dibangun tahun 1733 oleh Sri
Sultan HB. sebagai masjid Kesultanan Yogyakarta.
44. MuseumKereta Yogyakarta
Umumnya semua kereta dibeli pada jaman Sri Sultan HB VIII yang
dianggap sebagai Sultan pembaharu. Beliau jugalah yang melakukan renovasi
Kraton, membeli banyak kereta dan dianggap Sultan yang kaya karena pada
jamannya tidak terjadi peperangan (peperangan banyak terjadi pada masa Sri
Sultan HB VII).
Ada 23 kereta yang dalam hal ini
disebut sebagai “kareta” yang disimpan didalam museum kareta yang dulunya merupakan
‘garasi’ bagi kereta-kereta kraton. Seekor kuda masih ada dikandang yang
terletak disebelah lokasi museum. Beberapa kareta yang dianggap keramat
disendirikan dan pintu penyekat hanya dibuka ketika ada pengunjung.
Adapun
ke-23 kareta tersebut adalah :
1.Kareta Kyai Jongwiyat, 2.Kareta Kyai Jolodoro, 3. Kareta Roto Biru, 4. Kyai Rejo Pawoko, 5. Kareta Landower, 6. Kareta Premili, 7. Kareta Kus No:10
(baca : Kus Sepuluh), 8. Kareta Kapulitin, 9. Kareta Kyai Kutha Kaharjo, 10. Kareta Kus Gading, 11. Kareta Kyai Puspoko
Manik, 12. Kareta Roto Praloyo, 13. Kareta Kyai Jetayu, 14. Kareta Kyai
Harsunaba, 15. Kareta Kyai Wimono Putro, 16. Kareta Kyai Manik
Retno, 17. Kareta Kanjeng Nyai Jimad, 18. Kareta Mondro Juwolo, 19. Kareta Garudo Yeksa, 20. Kareta Landower
Wisman, 21. Kareta Landower Surabaya,22.KaretaLandower,23.KyaiNotoPuro.
45. Rotowijayan
Jalan
Terletak di sisi barat Istana Sultan,
daerah pusat souvenir terutama untuk batik. Ada juga souvenir lainnya seperti
kulit dan kayu. Ada toko Dagadu, itu souvenir khusus / pakaian dari Yogyakarta.
Dagadu mens "matamu" atau mata Anda.
46. Pasar Tradisional Ngasem
Ini adalah pasar burung
terbesar di Yogyakarta. Pasar ini menyediakan
berbagai jenis hewan seperti ikan air tawar, unggas, anjing, kucing dan jenis
lain dari hewan peliharaan. Tapi sekarang pasar burung sudah di pindahkan di Jalan
Bantul, dan namanya adalah pasar Pasti. Di
sini kita bisa melihat Pulo Cemeti atau Pulo Kenanga. Pulo Cemeti adalah
struktur tinggi untuk busuk (wanita Kraton. Bangunan ini dikelilingi oleh air
ketika kanal air 'dibuka. Orang mengatakan jika bangunan akan terlihat seperti
teratai jika dilihat dari udara.
47.
Taman Sari
Nama Tamansari berasal dari 2 kata,
Taman dan sari. Taman berarti taman dan sari berarti keindahan bunga, karena
lama di sekitar kompleks Tamansari banyak bunga tapi sekarang sekitar banyak
rumah kompleks. Tamansari dibangun oleh arsitek Portugis dalam konstruksi
perairan Eropa dihiasi dengan ornamen melambangkan Jawa. Tamansari dibangun
pada abad ke-17, ketika Sri Sultan HB I memiliki kekuasaan atas kerajaan. Untuk
bekerja diselesaikan oleh Sri Sultan HB II.
Sebelumnya Tamansari
adalah sebuah taman rekreasi atau sebuah rumah peristirahatan bagi Sultan
kering nya. keluarga. Yang lainnya. Rumah peristirahatan termasuk Warungboto,
Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo. Semua tempat difungsikan untuk liburan
dan meditasi untuk keluarga kerajaan. Fungsi lainnya digunakan sebagai tempat persembunyian
bagi keluarga kerajaan untuk membela melawan musuh assult.
Ada banyak jenis pohon-pohon di sini.
Ada sawo kecik melambangkan dari kebecikan atau kebaikan. Ada jeruk kinkit
melukis kuku jari untuk mistrees, ada kepe1 (kepe1 adalah buah tertentu di
Yogyakarta) dan juga pohon kenanga sebagai aromaterapi dan banyak lagi.
Tamansari memiliki 3 kolam renang yang
disebut Umbulbinangun. Yang pertama adalah kolam utara untuk anak-anak, yang
bernama adalah Pamuncar Umbul. Pusat kolam renang untuk wanita, yang bernama
adalah Panguras Umbul. Dan kolam selatan adalah untuk wanita memilih oleh
Sultan, bernama Pamungkas adalah Umbul. Pusat dan kolam renang selatan dibagi
dengan tangga bangunan untuk Sultan untuk mengamati wanita. Ketika Sultan
menemukan seorang wanita yang dia suka, dia akan melemparkan bunga kepada
wanita dan kemudian wanita harus menemaninya. Di sini ada begitu banyak melati,
dulu ketika Sri Sultan melempar bunga, bunga melati itu.
48. Masjid
Soko Tunggal
Di kompleks Tamansari ada
Masjid Soko Tunggal, sebuah masjid yang unik dengan pilar tunggal yang berbeda
dari arsitektur tradisional Jawa. Meskipun dibangun pada awal abad XX, masjid
memberikan daya tarik lain dari daerah ini.
49. Alun-alun Selatan
Ada begitu banyak orang datang ke sini
untuk nongkrong karena ada begitu banyak penjual di sini. Dan di tengah-tengah
alun-alun, ada 2 pohon beringin,yang di beri nama Wok dan Sapit Urang.. Dan menurut mitos jika tentang hal itu,
permainan ini namanya
Masangin atau memasuki antara 2 beringin pohon dengan mata tertutup maka
impian kita dapat terkabul. Selain
alun-alun ini ada Sasono Ringgil Dwi Abad, mengapa nama adalah Dwi Abad
peresmian tempat ini ketika 200 tahun ulang tahun Kota Yogyakarta. Dan Sasono
Hinggil berarti bangunan tinggi.
50. Plengkung
Gading
Keraton Yogyakarta memiliki 5
plengkung / gerbang menuju jeron Benteng, kelima plengkung tersebut adalah:
1. Plengkung Ngasem (Jaga
Suro)
2. Plengkung Tamansari (Jogoboyo)
3.Plengkung Gading (Nirboyo)
4.Plengkung Wijilan (Taruno Suro)
5. Plengkung Suryo Mataram (Madyasuro)
_ telinga persegi selatan adalah plengkung Gading.
51. Panggung
Krapyak
Panggung Krapyak dahulu
merupakan temopat di
mana raja-raja kasultanan pergi
berburu. Ini diberitahu bahwa wilayah Krapyak, yang sekarang terletak di
selatan Kerajaan
Yogyakarta, adalah hutan lebat. Ada berbagai macam hewan liar, salah satunya rusa atau dalam
bahasa Jawa disebut Menjangan. Ini tidak mengherankan bahwa daerah ini
digunakan sebagai tempat untuk pergi berburu oleh raja-raja Mataram. Arsitektur
bangunan ini unik. Masing-masing pihak memiliki satu pintu dan satu jendela.
Pintu dan jendela yang tanpa jendela. Dasar pintu dan jendela adalah persegi.
52.
Prawirotaman
Prawirotaman adalah salah satu kampung turis yang ada di Yogyakarta. Karena
terkenal dengan nuansa kompleks bangsawan Jawa, turis mancanegara memilih
menginap di kampung ini. Sedangkan turis domestik lebih tertarik dengan harga
yang relatif murah, kebersihan , dan pelayanan ramah yang ditawarkan oleh
penyedia jasa penginapan di Prawirotaman. Pada kawasan ini juga banyak
penginapan dengan arsitektur bangunan yang unik, dari bentuk jawa klasik sampai
hotel masa kini.
Kampung Prawirotamam telah dikenal semenjak abad ke-19 saat kraton
memberikan hadiah berupa sebidang tanah kepada seorang bangsawan kraton bernama
Prawirotomo. Sejak dahulu kampung tersebut memiliki peran yang besar bagi
Yogyakarta. Pada masa sebelum kemerdekaan misalnya, kampung ini menjadi pusat
pembentukan pasukan pejuang. Setelah kemerdekaan, kampung tersebut dikenal
sebagai pusat industri batik cap yang dikelola oleh keturunan Prawirotomo.
Seiring lesunya industri batik cap pada tahun 70-an, para keturunan Prawirotomo
merubah haluan ke jasa penginapan dan Prawirotaman juga mulai dikenal sebagai
kampung turis.
Walaupun ada beberapa penginapan yang telah berpindah tangan,
kebanyakan masih tetap dikelola oleh keturunan Prawirotomo yang terdiri dari
tiga keluarga besar yaitu Werdoyoprawiro, Suroprawiro, dan Mangunprawiro.
Kawasan Prawirotaman dibagi menjadi tiga bagian, Prawirotaman I
atau terkenal dengan sebutan prawirotaman saja, Prawirotaman II yang terletak
di sebelah selatan Prawirotaman yang berbatasan langsung dengan pasar
tradisional, dan Prawirotaman III. Meski bagian selatan tersebut sebenarnya
adalah Prawirotaman III, tetapi kawasan tersebut lebih dikenal dengan nama
Jalan Gerilya. Kabarnya selain Prajurit Prawirotomo kawasan ini juga merupakan
markas Prajurit Hantu Maut (salah satu serdadu perjuangan kemerdekaan Indonesia
di Yogyakarta). Pada salah satu sudut jalan juga terdapat sebuah prasasti yang
dibuat untuk mengingat perjuangan pasukan tersebut.
Jika bingung atau kesulitan mencari tempat penginapan,
Prawirotaman bisa menjadi salah satu alternatif tempat menginap. Pada kawasan
tersebut banyak tersedia penginapan atau losmen yang menawarkan harga
terjangkau mulai dari harga Rp 50.000,- sampai dengan Rp 300.000,- per malam.
Beberapa artshop yang menjual berbagai pernak-pernik
unik meramaikan kawasan ini. Batik cap adalah salah satu barang antik yang
laris dibeli oleh turis mancanegara. Detail motif yang menarik dan bernilai
sejarah tinggi menjadi ketertarikan tersendiri. Kain-kain tersebut biasanya
digunakan untuk penghias meja, ruangan, atau sekedar koleksi.
Selain penginapan dan barang kesenian pada kawasan tersebut juga
terdapat berbagai tempat pelayanan seperti agen tour dan travel, warung
internet, warung telepon, kafe, restoran, money changer dan juga toko buku yang
menjual buku lokal maupun impor. Kafe dan restoran pada kawasan tersebut
banyak menyajikan masakan dan suasana khas Jawa dan Eropa, bahkan paduan dari
keduanya.
53. Pasar Telo Karang Kajen
Pasar ini unik karena hanya menyediakan telo atau singkong.
Ada banyak makanan dari telo, seperti gethuk, cemplon, sawut, dll.
54. Rumah sakit Umum Daerah (RSUD)
Wirosaban
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wirosaban Kota Yogyakarta adalah Rumah
sakit Umum kelas C yang dibentuk berdasarkan Surat Keterangan (SK) Menteri
Kesehatan RI No. 496/Menkes/SKV/1994, dan dikukuhkan dengan Peraturan daerah
no. 1 tahun 1996.
Berdasarkan Perda no. 47 Tahun 2000, kegiatan operasionalnya dimulai pada 10 Oktober 1987 dan menjadi unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam bidang Pelayanan Kesehatan untuk Rumah Sakit.
Rumah sakit ini mempunyai visi dan misi sebagai pelaksana pelayanan prima dalam bidang kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan dan mewujudkan pengembangan pelayanan perumah sakitan dan manajemen rumah sakit yang memuaskan.
Dengan motto Pelayanan dengan Senyum, Sapa, Sopan, Santun dan Sembuh (5S), rumah sakit ini bertekat untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya yang membutuhkan layanan kesehatan.
Jenis Layanan:
- Poliklinik Spesialis
- Poliklinik Spesialis Anak.
- Poliklinik Spesialis Bedah.
- Poliklinik Spesialis Dalam
- Poliklinik Spesialis Kebidanan dan kandungan
- Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin.
- Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
- Poliklinik Spesialis THT
- Poliklinik Spesialis Mata
- Poliklinik Spesialis Syaraf
- Poliklinik Spesialis Jiwa
- Poliklinik Gigi dan Mulut
- Poliklinik Konsultasi Gizi
Berdasarkan Perda no. 47 Tahun 2000, kegiatan operasionalnya dimulai pada 10 Oktober 1987 dan menjadi unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam bidang Pelayanan Kesehatan untuk Rumah Sakit.
Rumah sakit ini mempunyai visi dan misi sebagai pelaksana pelayanan prima dalam bidang kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan dan mewujudkan pengembangan pelayanan perumah sakitan dan manajemen rumah sakit yang memuaskan.
Dengan motto Pelayanan dengan Senyum, Sapa, Sopan, Santun dan Sembuh (5S), rumah sakit ini bertekat untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya yang membutuhkan layanan kesehatan.
Jenis Layanan:
- Poliklinik Spesialis
- Poliklinik Spesialis Anak.
- Poliklinik Spesialis Bedah.
- Poliklinik Spesialis Dalam
- Poliklinik Spesialis Kebidanan dan kandungan
- Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin.
- Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
- Poliklinik Spesialis THT
- Poliklinik Spesialis Mata
- Poliklinik Spesialis Syaraf
- Poliklinik Spesialis Jiwa
- Poliklinik Gigi dan Mulut
- Poliklinik Konsultasi Gizi
Closing
Tidak
terasa begitu cepat perjalanan city tour kita pada siang hari ini. Harapan saya
jika bapak, ibu berkunjung kembali ke Yogyakarta bisa menggunakan jasa saya.
Terima kasih atas kepercayaan bapak, ibu sekalian, Mohon maaf apabila jika
selama pemanduan terdapat salah kata atau hal yang kurang berkenan di hati
bapak, ibu dan saya ucapkan Selamat siang. J
0 komentar: